Minggu, 26 Juni 2011

Kisah Siput dan Fisherman




Dalam dunia percintaan, gue kalah telak sama adek gue yang masih SMA.
Selama hidup gue, gue baru sekali nembak cewek dan untungnya aja gue dierima. Good job.

Di usianya yang 3 tahun lebih muda dari gue, dia uda bisa menggaet banyak cewek.
5, 6, 7,8 bahkan lebih. Who knows?. Gue lupa saking banyaknya cewek yang uda dia pacarin.
Hal ini semakin membuat perbedaan  yang  mencolok antara gue dan adek gue si Yudi.

Bagi dia, cewek itu ibarat gerombolan ikan tongkol di laut . Dimana, dia adalah seorang Fisherman nya .
Dia akan terus menebarkan mata pancingnya (baca :rayuan manis) sampai salah satu dari mereka masuk dalam perangkapnya dan.....
Dalam sekejap salah satu dari mereka resmi jadi pacar baru adek gue .
Bisa di bilang adek gue ini smoothtalker.
Jadi mudah aja bagi dia taklukin wanita.

Naasnya, gue bukan tipe cowok kayak dia.
Gue termasuk ke dalam kategori cowok SIPUT.
Ya, SIPUT.
Siput yang gerakanya lambat dan sering bersembunyi di rumahnya ketika berjumpa makhluk asing.
BInatang itu mencerminkan kepribadian gue banget.

Waktu gue suka dengan Tarina (cewek yang sampai sekarang masih jadi pacar gue). Selayaknya orang normal, gue melakukan PDKT.
PDKT yang gue lakuin berlangsung lumayan lama (sangat lama),lebih dari setahun gue terus berkecimpung dalam dunia PDKT. Maklum, SIPUT.
Hal yang paling bodoh gue lakukan saat masa PDKT adalah ketika gue berpapasan dengan Tarina di sekolah, bukannya menebar senyuman ato pun menyapa dia.
Namun yang gue lakukan adalah bertindak abnormal. Misalnya aja, gue garuk-garuk mata sampe berdarah ato garuk-garuk rambut, sampe kutu-kutu di kepala gue berloncatan ato mencium teman yang berada tepat di samping gue at that moment.
Padahal, saat-saat gitu, gue pengen banget ada orang yang bersuka cita mukul kepala gue dari belakang, sampe akhirnya gue pingsan.
Dengan begitu, Tarina gak akan pernah melihat tindakan abnormal gue.

Biasanya, dalam PDKT, seorang cowok bertipe smoothtalker hanya membutuhkan waktu seminggu atau beberapa bulan aja. Setelah itu, dia akan siapin mental baja buat bilang I LOVE YOU.
DI terima ato pun di tolak, itu urusan nomor 1000.
Berani mengutarakan perasaan lah hal yang paling utama.

Ini udah di buktikan oleh adek gue sendiri.
Belum genap 1 tahun sekolah si MOSA (Modal Bangsa) yang notabenya merupakan sekolah berasrama.
Dia uda bisa kembali menunjukan kapasitasnya sebagai seorang Fisherman handal.
Yah, He succesfully got a girlfriend again.



Jumat, 24 Juni 2011

All Is Well



Gue suka nonton film.
Terutama film action. Waktu gue nonton, gue sering ngebayangin gue adalah tokoh utama di film itu.
Gila kan, keren banget, kalo gue bisa nglahin puluhan penjahat hanya dalam waktu sekejap.

Adegan yang paling gue suka adalah waktu sang anak  muda mencoba membebaskan kekasihnya dari para penjahat. Biasanya tuh,  anak muda ini berantam kayak kesetanan. Gak peduli badan kena tembak, tertusuk pisau, bahkan kepalanya hilang pun mungkin mereka gak sadar.
Gue rasa mereka pada make doping ato gak semacam suplemen obat kuat cap kodok rabies. Biar kuat gitu.
Aktor-aktor yang begitu familiar di otak gue adalah seperti Robert downey, Ben Stiiller dan Jason Stattham.
3 aktor yang uda gak perlu di ragukan lagi kapasitasnya. Terbukti, film-film mereka banyak meledak di pasaran.
I like Their movies


Namun hari itu ada yang berbeda.
Film yang gue tonton bukanlah serial action.
Hal ini terjadi ketika Kawan gue menceritakan bahwasanya dia baru aja nonton film India. Dia bilang film itu keren bangett. 'Nyesel deh kalo gak nonton...'.
Mindset yang terbentuk dalam diri gue tentang film india adalah film yang lebih menonjolkan tari-tarian gak jelas dengan diiringi suara melengking kayak tikus kejepit pintu. Makanya, dari dulu kalo ada film India di TV, gue lebih memilih untuk mengganti siaran.

'Serius, enak ni film?', tanya gue.
'Benaran jo, coba nonton aja deh kalo gak percaya',jawab seorang teman.
Termakan rayuan teman gue tadi, gue pun memutuskan untuk menontonya.Yak, film yang berhasil mencuri hati gue adalah '3 idiots'. Sebuah film yang memiliki cover cukup porno, disana terlihat 3 orang bermuka abstrak sedang menggaruk bokong yang cukup lumayan besar.
Film ini jauh dari yang namanya film Action.

Film ini menceritakan tentang 3 orang sahabat yang berkuliah di fakultas teknik, di salah satu universitas unggulan di India.
Gue gak habis pikir, film yang awalnya gue pikir bakalan masuk ke dalam kategori 'The bad movies i've ever seen' sepanjang film yang pernah gue nonton. Rupanya menjelma menjadi sebuah film yang Inspiring banget buat gue.

Latar tempat film ini diambil sangat sesuai dengan apa yang gue alami.
Film ini menceritakan tentang perjuangan mahasiswa teknik dalam menghadapi persaingan di perkuliahan.
Secara kebetulan gue juga merupakan salah satu mahasiswa Teknik. Jadi menurut gue film ini sangat bermanfaat dan memberikan banyak pencerahan pada diri gue dalam menghadapi perkuliahan.
Mulai dari bagaimana cara berhadapan dengan Dosen  killer, kisah percintan mahasiswa, cara menghadapi kawan yang terkadang juga merupakan lawan , dan menghadapi tekanan yang begitu besar dari pihak keluarga.
Semuanya dirangkum dalam film  yang berduarasi cukup panjang ini.

Bakalan susah kalo gue ceritain dalam bentuk tulisan.
Gue saranin, buruan nonton deh ni film. Gak mesti anak teknik, film ini cocok buat semua kalangan.

Well, Gue uda 2 kali ngulang nonton ni film. Kayaknya gue uda ketagihan.
Oya, disana ada kata-kata bijak yang bisa kita praktekin dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.
Misalnya waktu kita mau ujian, kita jangan sampai panik. Jangan pikirin mau sesusah apapun soalnya, kita cukup tarok tangan di dada, terus bilang ALL IS WELL.
Di jamin, kita bakalan lebih rileks dalam menjawab soalya. Gue belum nyoba sih, cuman gue yakin aja.

Makanya sampe H-2 sebelum  UAS, gue juga belum belajar sama sekali.
Gue berpikir 'ALL IS WELL'.
Dasar bego.








Senin, 20 Juni 2011

Pantaskah Menjadi Seorang Anak Aceh ?


Nama gue Alfido. Diliat dari silsilah keluarga,
Gue merupakan keturunan bangsawan Aceh.
Mengingat nama almarhum kakek gue Teuku Aziz Kari.
Cuman gak lucu kan kalo di KTP nama gue jadi  Teuku Alfido atau Cut Alfido Kemalahayati.
(catatan: Teuku dan Cut merupakan nama yang di berikan bagi mereka para keturunan bangsawan Aceh)
Nama itu gak boleh sembarangan digunakan. Ingat, khusus untuk bangsawan Aceh.

Gue adalah seorang anak yang di lahirkan di Aceh Utara, lebih spesifiknya Lhokseumawe pada tanggal 5 Oktober 1992 silam.
Kalo di htung-hitung, usia gue kini baru genap 18 tahun. Masih cukup muda dan masih memiliki banyak waktu dan kesempatan untuk mewujudkan mimpi-mimpi besar yang gue miliki.

Lahir dan besar di Aceh sebenarnya bukan karena keinginan gue pribadi.
Aktor di balik itu semua adalah papa.
Papa adalah salah seorang karyawan PT.PIM , perusahaan yang bergerak di  industri perpupukan yang berlokasi di Lhokseumawe, Aceh Utara.
Karena papa bekerja di sana, mau tidak mau gue juga harus tumbuh dan berkembang di kota yang terkenal dengan syariat islamnya.

Masa-masa kecil banayak gue habiskan dengan bermain di komplek perumahan.
Tidak, itu terlalu luas.
Masa kecil banyak gue habiskan dengan bermain di depan pagar rumah. Permainan tradisional seperti petak umpet, jongkok kring dan patok lele kerap gue mainkan dengan sodara-sodara gue yang lain.
Meyedihkan kalo dikenang , tetapi menyenangkan di masanya dulu.
Gue termasuk dalam kategori anak kuper .
Teman yang gue miliki semasa kecil bisa dihitung dengan bulu ketek yang gue miliki waktu itu (kalo ada).
Hal ini disebabkan  karena gue begitu selektif dalam memilih teman.

Selagi gue menuntut ilmu di UNIBRAW Malang, Jawa Timur. untuk mendapatkan gelar Ir.
Gue mendapati hal baru yang kerap membuat gue jenuh sebagai seorang perantau di pulau orang.

Hayoo,Apa itu? Makanan ya? Hemm, pasti Home sick ya? Atau kangen pacarnya kann?
Kalo boleh jujur, tebakan itu tepat juga. Tapi bukan itu yang mau gue bahas kali ini.

Kali ini gue lebih melihat dari segi bahasa.
Yak, bahasa daerah.
Kebanyakan para mahasiswa disini mengunakaan bahasa Jawa sebagai alat komunikasi dengan mahasiswa lainya. Maklum aja, mayoritas mahasiswa di kampus gue asli penduduk Jawa. Dan hanya sedikit yang berasal dari luar Jawa.
Alasan meraka mengunakan bahasa Jawa adalah agar lebih mengakrabkan. Lagian ini juga merupakan hal yang sudah biasa mereka lalkukan dari kecil dulu, jawaban dari seorang kerabat gue.

Dan apa tindakan yang gue lakukan di situasi seperti ini?
Terbengong dan terpana adalah 2 kombinasi  yang kerap gue lakukan untuk perlahan-lahan mencoba mencerna dan memahami apa yang sedang mereka bicarakan dengan Bahasa Jawa nya.
Bahkan ada beberapa teman, yang menurut gue sama sekali uda gak cocok  untuk berbahasa Indonesia.

Saking seringya mendengar mereka berbahasa Jawa. Gue udah lumayan mahir dalam berbahasa Jawa.
Mudah-mudahan aja logat gue gak ikutan berubah juga.

Selama hampir 17 tahun tumbuh berkembang di Aceh.
Gue juga belum bisa bercakap dalam bahasa Aceh.
Paling mantap kata-kata yang bisa gue kuasai adalah seperti:
Pajoh bu le
Peu haba?
Haba Geut
dan yang paling familiar dan  sudah berhasil  gue  hapalkan luar kepala adalah :
Adoe ma Keuh!! ( ini sering gue dengar waktu di SMP dulu, ketika salah seorang anak ingusan yang berlagak menjadi preman dan menggertak teman-temnaya yang cupu. Salah satu korbanya adalah gue sendiri ).

Gue baru merasakan penyesalanya sekarang. Hampir 17 tahun berada Di Aceh, gue juga belum bisa menguasai bahasa daerahnya.
APA KATA ORANG ACEH ??

Bisa dikatakan keturunaan kakek gue mengalami  pendegradasisan  dalam hal berbahasa.
Mulai dari kakek gue yang mahir berbahasa Aceh beserta logatnya.
Kemudian papa yang cakap dalam mendengar dan hancur dalam berbicara.
Kemudian gue yang sama sekali gak bisa berbahasa Aceh, baik speaking maupun listeningnya.
Dan mungkin nanti, waktu gue uda punya anak.
Anak gue bakalan gak percaya kalo gue adalah orang Aceh.

Namun, pantas ato tidak. Gue tetaplah seorang anak Aceh dengan segala kekuranganya.