Senin, 18 Februari 2013

Canggar Tragedy

Hari sebelum hari kemarin ato tepatnya 2 hari yang lalu, secara spontan gue dan 5 anak kosan yang lain memutuskan untuk pergi ke salah satu tempat wisata pemandian air panas yang berada di Batu, Jawa Timur. Pemandian air panas tersebut bernama Canggar.

Sebenarnya ini bukan kali pertamanya gue pergi ke Canggar. Gue uda pernah 2 kali kesana sebelumnya.
Tetapi kali ini yang membuat berbeda adalah jam pergi nya.
Kalo biasanya gue pergi di pagi hari, maka kali ini berbeda. Kami pergi pada pukul 1 malam (padahal pagi juga ya).

Kami semua merasa tertarik karena katanya kalo pergi malam-malam, pemandian tersebut akan sepi.Jauh dari keramaian. Jadi  kita tidak akan mengalami desak-desakan dengan pengunjung lain dan pastinya bisa lebih rileks mandi air panasnya.
Ini berbeda dengan di pagi ato siang hari. 
Kalo gak percaya ini buktinya
suasana canggar di siang hari

Karena pemandian air panas tersebut berada cukup jauh dari kota,otomatis pasokan listrik pun tidak bisa 24 jam. Menurut salah seorang teman gue, listrik disana hanya ada dari pagi hingga sore.
Dengan kondisi minim penerangan dan jalan yang berkelok-kelok. Mobil yang kami naikin pun hanya bisa melaju ala kadarnya. Tidak cepat dan tidak lambat.

Setelah kurang lebih 1 jam perjalanan. Kami pun sampai di tempat tujuan.
Menurut gue suasanaya lumayan mengerikan, karena kami adalah satu-satunya pengunjung malam itu. Gak tau kalo aada pengunjung yang bersal dari dunia lain.

Kami pun langsung bergegas mengganti pakaian dan berendam ke dalam kolam air panas tersebut.
Rasa dingin pun berubah seketika ketika kami mulai berendam di air panas tersebut. Air panas tersebut membuat gue rileks dan ngantuk akut. Yaiya la secara jam 2 malam.

Tidak terasa waktu pun sudah menunjukan pukul 3 malam. Berhubung seorang teman kami yang menjadi sopir satu-satunya malam itu sudah mulai mengantuk. Kami akhirnya segera naik dari kolam tersebut untuk pulang kembali ke Malang.

Tidak disangka-sangka, baru 2 menit mobil kami berjalan.
Tiba-tiba mobil kami tidak dapat menaiki jalan tanjakan yang memiliki kemiringan 35-40 derajat.
Sang driver pun terus mencoba meninjak gas semaksimal mungkin.
tapi apa daya secara mobil tersebut sudah tua dan kurang di service oleh pemiliknya. Mobil tersebut pun akhirnya harus mengakui kekalahnya dari sang tanjakan.
Parhnya lagi karena kurangnya lampu penerangan di sepanjang jalan mengakibatkan driver kami tidak dapat melihat arah belakang dengan baik . Alhasil mobil kami pun terperosok hingga sebagian mobil masuk ke dalam jurang.



Ekspresi panik yang berlebihan
Behubung hari masi menunjukan pukul 3 malam lebih sekian. Hanya beberpa kendaraan saja yang terlihat melintas. Itu pun tidak ada yang bisa di mintai pertolongan karena mereka tidak memiiki tali yang bisa menarik mobil kami.

Beruntung 2 orang dari kami bersedia berjalan menuju ke kampung terdekat. Jarak nya cukup lumayan untuk melatih otot betis.

sambil menunggu datangnya bantuan. Tidak ada al yang bisa kami lakukan selain duduk di aspal sambil berdempetan satu sama lain agar tetap hangat. Maklum Batu terkenal dengan hawa sejuk yang menusuk ke tulang.

Singkat cerita , setelah 3 jam lebih menunggu bantuan pun datang. 2 orang utusan kami berhasil mencari pertolongan di kampung terdekat.
Siapa sangka mobil yang berhasil menarik mobil kami adalah mobil yang sudah cukup tua menurut kaca mata gue.

Ini dia The Rescuer

korban-korban



Walopun bukan penolong secara sukarela karena kami di kenakan tarif yang menurut gue cukup besar buat kantong mahasiswa. Tapi kami tetap bersukur karena masih ada orang yang peduli terhadap anak kosan seperti kami.

Jadi ada hal penting yang bisa gue pelajari dari kejadian tersebut.
Jangan mengunakan celana pendek ketika pergi ke daerah yang suhunya cukup dingin!!!