Minggu, 17 Juli 2011
NASAKOM (NAsib SAtu KOMa)
'Kejar lah cita-cita mu setinggi langit'.
'Jangan takut untuk bermimpi setinggi-tingginya'.
Quotes yang sering banget gue dan semua orang dengar sejak dilahirkan di dunia ini.
Di SMA , gue punya cita-cita untuk berkuliah di jurusan teknik kelak.
Dalam otak gue yang pas-pasan ini, kuliah di jurusan teknik itu ibarat 'Menjadi seorang raja dalam kerajaan'.
Secara anak teknik tu pada macho abiss.
Ke machoan itu semakin di dukung dengan beberapa fakta.
Misalnya aja, bulu ketek yang nyambung sama bulu dada. Terus, Upil yang bebas berkeliaran dimana aja.
Gak bakalan ada orang ang peduli deh.
Karena dapat di pastikan keberadaan para wanita di fakultas teknik tu minim banget, bisa dibilang limited edition.
Mimpi gue ternyata berbuah manis.
Gue keterima di sebuah PTN, jurusan Teknik Elektro.
Perasaan gue waktu itu sulit di ungkapkan dengan kata-kata. Ceeilee.
Kuliah di Teknik Elektro ,ternyata gak semudah yang gue bayangkan.
Gue setuju dengan perkataan, 'Kuliah tu ibarat panggung gladiator Killing or Being Killed.
Gue termasuk salah seorang yang di bunuh. Damn it's true
Susaah banget kuliah di elektro bagi gue. Rasanya tu kayak kita punya bisul sebesar buah jeruk di pantat, terus kita dipaksa duduk dengan lidah menjilat kaki.
Gue gak tau, apa mungkin ini karena IQ gue di bawah rata-rata.
Sudah setahun gue kuliah di jurusan Teknik elektro.
Bukanya peningkatan prestasi yang gue peroleh, tapi malah sebaliknya.
Di semester awal, gue masi mampu mendapat IP 2,** tapi di semester kedua, IP gue semakin terperosot dengan hanya 1,**.
Bisa dikatakan, otak gue mengalami pendegradasian fungsi.
Fenomena ini, membuat papa gue 'mendidih'.
Gak heran ketika di telepon. Papa gue lebih mendominasi pembicaraan.
'Papa heran sama kamu, do', menghela napas sesaat.'Papa malu punya anak kayak kamu'. Papa melanjutkan.
Dengan nada polos (innocent) gue menjawab,'Kenapa malu pa?'
'Papa malu ,teman papa yang anaknya juga kuliah di Jawa', nada suara papa mulai mengeras.'asal kamu tau, IP mereka tu 3 lebihh'.
'heem', suara tikus kejepit (baca :fido).
'Kamu tu bodoh, goblok, ******, gak pernah buat orang tua bangga.' Rentetan kata-kata bijak yang berhasil gue ingat sampai sekarang.
Papa kembali melanjutkan siraman rohaninya,' Kalo kamu uda gak mau kuliah, kamu bilang sama papa!! Masi ada adek-adek kamu yang mau diurus'.
Gue gak bisa ngebayangin muka papa gue waktu itu. Satu hal yang pasti, mukanya bisa jadi lebih seram dari shinchan. Oya, pembicaraan di telepon tadi lebih sering monolog.
Dari pembicaraan tadi gue sadar, IP adalah segalanya buat papa.
Dia gak pernah mau tau apapun alasan gue, entah itu karena gue kurang bisa sama pelajaranya ato gue gak nyaman sama jurusanya.
Itu adalah alasan manja yang gak bakalan mungkin papa dengarin.
Jadi lebih baik, kalo gue ngedengarin semua yang papa bilang.
Ya, walopun nanti apa yang papa bilang bakalan keluar lagi dari kuping kiri gue. Tapi setidaknya gue uda berusaha untuk dengarin.
Tadi sebelum gue nulis cerita ini, gue sempat npnton film Kambing Jantan untuk yang ke dua kalinya.
Uda tau kan siapa aktornya. Yak, Raditya Dika.
Bukan masalah film nya yang mau gue bahas disini, cuman gue mau nunjukin sedikit perbedaan jalan hidup gue sama dia.
Apa maksudnya sama foto diatas?
Hehe, apa ya. Gue juga binggung, kayaknya gak ada hubungan.
Pokoknya,gue bukan kayak Raditya Dika di film Kambing Jantan nya. Dimana dia bisa terus terang kepada orang tuanya kalo dia uda gak nyaman sama kuliah Finance nya di Austarlia dan ingin segera berhenti.
Terus, orang tua nya pun mendengarkan dan menyetujui apa keinginan dia.
Kalo cerita gue sama kayak dia, mungkin gue uda bakalan buat film.
Judulnya 'Bukan Kambing Jantan'.
WEll,Life Must Go On
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
waaaahhh,,, kayaknya nasibku bakalan sama deh...
BalasHapusYup, life must go on,,, masuk surga ga butuh IP tiga koma... hahaha
setuju sma mbak aya :)
BalasHapussmoga kita selalu bruntung y mbak