Jumat, 08 Juni 2012
Ketegasan Sosok Ayah Dalam Mendidik
Gue yakin setiap orang di dunia ini punya anggota keluarga. Baik itu ayah, ibu, kakak, adik dan lainya. Bahkan seorang yang tidak mengenal siapa kedua orang tuanya karena suatu hal, seperti ditelantarkan oleh kedua orang tuanya sewaktu kecil dia masih bisa mengangap seorang yang menagsuh nya adalah sebagai anggota keluarganya. Walopun tidak ada hubungan darah di antara mereka.
Bicara mengenai keluarga, sampai sekarang gue masi memiliki keluarga inti yang utuh. Ini adalah hal yang patut gue syukuri, sebab gue masi beruntung memiliki mereka semua, gak sedikit orang yang uda kehilangan keluarga inti mereka sejak kecil. Gue yakin perjuangan hidup mereka jauh lebih berat dari anak-anak lainya.
Gue adalah anak ke dua dari empat bersaudara. Gue terlahir setelah 7 menit kembaran gue dilahirkan. Yak, bisa disimpulkan gue adalah seorang anak kembar. Dalam tradisi penduduk Sumatra, jika seorang ibu melahirkan anak kembar maka bayi yang keluar pertama lah yang dikatakan sebagai abang (kakak). Tetapi dalam tradisi penduduk Jawa, makan bayi yang keluar belakangan lah yang akan menjadi abang ( kakak). Berhubung gue dilahirkan di Aceh yang masih termasuk pulau Sumatra, maka orang tua gue lebih memilih gue sebagai anak kedua ato adik dari kembaran gue.
Banyak orang yang beranggapan kalo kembar itu banyak keindetikanya. Ibarat kata bagai pinang dibelah dua. Tapi gue gak percaya dengan anggapan tersebut. Karena gue yang terahir sebagai anak kembar tidak merasakan hal tersebut. Gue dan kembaran gue jauh berbeda, mulai dari fisik yang sama sekali tidak ada kemiripan bisa dikatakan 80% perbedaan diantara kami. Kemudian dari sifat juga demikian, kembaran gue lebih penurut dengan orang tua, lebih sopan, lebih rapi dalam berpakaian. dan semua yang baik-baik lebih banyak melekat di kembaran gue. Gue itu kebalikan juga dari sifat kembaran gue walopun gak semua karena ada satu hal yang kita ini mirip. Kita sama-sama pintar dalam pelajaran berhitung. Biarpun ini Cuma menurut gue sendiri sih, bukan bermaksud sombong ya. Hehehe
Uda cukup tadi selingan penjelasan mengenai diri gue (walopun gak cuman gue sendiri, tetapi kembaran gue juga). Kali ini gue mau menceritakan mengenai Ayah. Ayah siapa? Ayah gue sendiri tentunya. Di mata gue ayah adalah sosok yang tegas dan disiplin dalam hal apapun. Tidak terkecuali kepada anak-anaknya sendiri. Dari semenjak gue keci atau waktu zaman gue SD , sikap tegas dan disiplin sudah ayah terapkan kepada kami. Misalnya aja dalam jam belajar malam. Disaat pukul 7, sehabis solat meghrib ayah selalu akan mematikan TV dan ayah selalu menyuruh kami untuk belajar. Gue yang terkadang lagi seru-serunya nonton acara TV tentu kesal ketika ayah mematikan TV tiba-tiba. Ya seperti anak SD biasanya, gue langsung aja merengek kesetenan. “Yahhh hidupiiiinn !!! AAAAAAAAA.” Teriakan itu biasanya adalah jurus bagi anak kecil untuk mendapatkan apa yang dia mau. Pada saat itu gue yakin bakalan berhasil merayu ayah gue. Namun jurus pamungkas gue gagal total. Ayah gue justru yang bergantian mengeluarkan jurusnya. Dia mengambil tali pinggang dari celananya untuk menakuti gue. Sebagai seorang anak yang cerdas gue mengerti apa maksud dari ayah gue mengambil tali pinggang dari celananya. I know Dad, what does that mean .Gue pun langsung reflek untuk berhenti merengek, gue hapus air mata yang berkucuran deras di pipi kemudian gue pergi untuk mengambil buku pelajaran.
Jam belajar gue juga ditentukan oleh ayah. Gue harus belajar selama minimal 3 jam. Bayangin deh buat anak SD belajar 3 jam itu rasanya kayak lagi nunggu waktu berbuka puasa di bulan ramdhan . lamanya tu kebangetan.Tapi hal itu akan berbeda jika 3 jam yang digunakan adalah untuk bermain game ato nonton kartun. waktu 3 jam tadi bakalan terasa begitu sebentar, baru ngerasa nonton bentar, eh tau nya uda habis kartunya
Kegiatan belajar malam tadi terus gue lakuin dalam pengawasan mata ayah. Sebelum sampai 3 jam beajar, gue sering banget gak kuat buat nahan mata untuk tetap melek. Kalo uda gitu gue pura-pura aja izin ke papa gue untuk belajar ke kamar, alasana sih biar lebih focus belajar kalo dingin. “Yah, adek belajar di kamar aja ya disini panas banget , gak ada AC.” Sambil mengetik tugas kerja di computer ayah menjawab singkat,”iya, tapi kamu jangan tidur!”
Tanpa menjawab sepatah kata pun, gue langsung pergi menuju kamar. Gue buka pintu kamar , gue langsung disambut dengan hembusan hawa dingin yang begitu merangsang gue untunk segera melompat ke tempat tidur dan segera tidur.
Gue mulai mengambi posisi telungkup dan menaruh bantal di bawah dada dan dagu. Tidak lupa, gue juga menaruh buku pelajaran di depan kepala . Hal ini agar ketika ayah gue masuk tiba-tiba dia akan berpikiran gue sedang belajar serius sampai ada orang yang masuk kamar pun gue gak tau.
Tapi semuanya berbeda dengan rencana gue, barubeberapa menit tiba-tiba ayah masuk ke kamar gue. Dan disaat itu gue lagi tertidur pulas. Kalo scenario awalnya kan, waktu ayah gue masuk ke kamar ayah tidak akan curiga kalo gue tidak sedang belajar secara ada buku yang gue letakin di depan kepala gue. Tetapi faktanya tidak demikian. Ayah malah mengetahui bahwasanya gue sedang tertidur pulas dengan liur yang yang membentuk kolam renang di bantal gue. Gue tidak dibangunkan dengan lembut seperti yang dilakukan ayah waktu membangunkan gue di pagi hari.” Dekk bangunnn banguunn”,terdenagar suara ayah. Mendengar suara ayah yang begitu besar sontak aja buat gue kebangun “Ayah uda yakin kamu gak akan belajar di kamar , kamu pasti tidur”.” pergi belajar lagi sana”,ayah menambahkan.
Sambil membersihkan iler yang masi ada di pipi, gue pun kembali belajar diluar kamar dan bergabung dengan sodara gue yang lainya. Hal ini terus gue dan sodara gue alami sampai dibangku SMA. Ayah sangat serius dalam hal pendidikan bagi anak-anaknya tidak hanya cerdas saja yang diharapkan ayah kepada kami, tetapi dengan kedisiplinan dan sikap tegas yang diterapkanya dia ingin anaknya untuk siap menjadi pemimpin yang sukses kelak.
Hingga sekarang gue bisa keterima di jurusan Teknik Elekto di salah satu universitas negri, yang memang merupakan jurusan impian gue. Ini tentu tidak lepas dari peran ayah gue yang cukup besar.
Emang semasa kecil dulu gue masi belum menyadari, gue masih sering marah dengan ayah karena terlalu disiplin dan keras dalam mendidik anaknya. Tetapi setelah gue menjadi mahasiswa sekarang dengan pola pikir yang semakin dewasa gue uda mulai merasakan manfaat dari didikan ayah gue yang seperti kemiliteran tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari misalnya jika ada janji dengan teman atau organisasi, gue terbiasa untuk sebisa mungkin tepat waktu dan untuk jam belajar pun gue tetap terbiasa untuk meluangkan waktu sekecil apapun untuk belajar materi yang sudah dijelaskan oleh dosen. Mungkin kalo ayah gue gak ngedidik gue kayak gitu, gue gak tau gimana sekarang. Hidup gue mungkin akan berbeda 180 derajat dengan sekarang.
Jadi gue yakin,semua orang tua di dunia ini gak ada yang tidak baik. Semua orang tua menggingginkan yang terbaik buat anak mereka. Cuman cara dan penyampaian mereka saja yang berbeda-beda. Tapi itu adalah hal yang wajar, karena di dunia ini manusia diciptakan berbeda-beda. Semua orang punya kekurangan dan kelebihanya masing-masing. No body is perfect.
Note:
Cerita ini sih niatnya mau gue ikutin lomba, tapi karena gue baru tahu bahwasanya syarat lomba minimal naskah 7 halaman.
Dan ditambah deadline yang uda mau habis
Daripada tulisan gue tidak ada yang baca, alangkah lebih baiknya pengalaman gue ini, gue share di blog ,dengan harapan semoga cerita gue ini bermanfaat bagi orang banyak :)
Satu lagi yang penting
Kata AYAH, gue buat supaya lebih formal aja
Gue sih panggil Ayah , ya PAPA.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar